Jumat, 28 Januari 2011

posisi dilematis parsel bagi pejabat

parsel merupakan suatu bentuk perwujudan dari sebuah tali asih yang menjadi konsekwensi bagi seluruh insan.keberadaan parsel dapat menunjang sisi keharmonisan hubungan horisontal setiap manusia.pemberian parcel bagi setiap manusia sudah menjadi tradisi hal ini pula sudah menjadi salah satu budaya bagi sebagian masyarakat.hal ini pula berlaku bagi masyarakat indonesia yang dikenal santun dalam berinteraksi kesesamanya.pada hakekatnya pemberian parcel ini sangat bernilai positive bagi suatu interaksi namun saat ini pemberian parcel disalah gunakan bagi sebagian pihak. hal ini terjadi dalam kalangan pemerintahan,politik.saat ini pemberian parcel bagi sebagian pejabat atau apapun dalam dunia pemerintahan merupakan sebuah kemasan baru untuk melakukan lobi yang bertujuan untuk merubah keputusan sipenerima parcel,agar putusan/kebijakannya dapat menguntunngkan sipemberi parcel.oleh karena hal inilah yang menjadikan keberadaan parcel saat ini menjadi posisi yang dilematis.untuk menyelesaikan persoalan ini dapat kita menilik sedikit keterangan-keterangn dibawah ini :
keberadaan parcel dikalangan penyelenggara negara menjadi polemik ketika lahirnya UU No 20 tahun 2001 yang dalam penjelasan pasal 12 ayat 1 yang memberikan penjelasan mengenai pengertian gratifikasi bahwasanya gratifikasi menurut penjelasan pasal 12 ayat 1. gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas meliputi yakni pemberian uang,barang,discount,komisi,pinjaman tanpa bunga,tiket perjalanan wisata,pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.hal ini pula yang menjadikan pemberian parcel bagi penyelenggara negara menjadi dilematik. didalam pasal 12 ayat 1 menjelaskan Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut dan seterusnya …”.
bagi penyelenggara posisi dilematis parcel ini dapat menghambat hubungan kesesamanya.
untuk menjawab posisi dilematis ini penulis beranggapan bagi setiap penyelenggara tidak perlu takut untuk memberi parcel dan menerima parcel sepanjang pemberian parcel tersebut masih berada dalam lingkup kewajaran untuk menyambung komunikasi horizontal.dikarenakan dialam peraturan perundang-undangan kita saat ini telah menetapkan pemebrian parcel yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi.namun sudah seyogyanya setiap penyelenggara negara harus berhati-hati dalam menerima ataupun memberi parcel.menerima atau memberi parcel dapat dikatakan suatu tindakan gratifikasi apabila hal ini berhubungan dengan jabatannya atau yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sesuai dengan pasal 12 ayat 1 UU No.20/2001.jadi menurut penulis pemberian parcel ini harus terlebih dahulu melihat motivasi pemberinya dalam memberikan parcel jika dalam konteks pemberian parcel hanya sebuah perbuatan untuk menjaga keharmonisan hubungan interaksi horizontal tidak menjadi persoalan sepanjang pemberiannya tersebut dalam pertimbangan hukum masih dalam kondisi normal. pemberian parcel akan menjadi suatu perbuatan gratifikasi apabila motivasi pemberinya tersebut dapat merubah keputusan sipenyelenggara negara dalam suatu kebijakan yang bersangkutan dengan sipemberi.

oleh :
Ihsan Asmuni SH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar